Wahyu menambahkan dari hasil analisis keuangan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), perputaran uang selama beroperasi melakukan jual beli narkoba yang dilakukan kelompok HS mencapai Rp2,1 triliun.
Eks Kabaintelkam Polri itu menyebut uang dari hasil kejahatan tersebut sebagian disamarkan dengan membeli aset-aset yang telah disita menjadi barang bukti berupa:
1. 21 kendaraan roda empat
2. 28 kendaraan roda dua
3. 5 kendaraan laut (1 speed boat, 4 kapal)
4. 2 kendaraan jenis ATV
5. 44 tanah dan bangunan
6. 2 jam tangan mewah
7. Uang tunai Rp 1,2 miliar
8. Deposito sebesar Rp 500 juta.
Adapun modus operandi dalam TPPU ini, HS menyamarkan hasil kejahatannya dengan tiga tahapan. Yaitu menempatkan hasil kejahatan di rekening-rekening penampung atas nama tersangka A dan M.
“Untuk total aset yang disita dari TPPU oleh HS senilai Rp 221 miliar,” katanya.
Kemudian, pada tahap pelapisan, yaitu mentransfer uang dari rekening penampung ke rekening atas nama T, MA, dan AM. Terakhir, tahap penyatuan yaitu membelanjakan uang dari rekening atas nama T, MA, dan AM menjadi beberapa aset.
Pada kesempatan yang sama Dirjen Bea-Cukai Askolani menyebut hasil aset yang disita akan diproses secara hukum. Mengenai tindak lanjutnya, kata dia, akan diputuskan oleh pengadilan.
“Kemudian dari proses hukum di pengadilan akan diputuskan untuk ditetapkan status penggunaannya,” jelasnya.
“Apakah ada yang bisa digunakan oleh kementerian barang yang memang pas penggunaannya, apakah bisa juga dilelang atau kemudian dimusnahkan untuk barang-barang yang berbahaya, dan kemudian tentunya langkah itu akan kita follow up di Kementerian Keuangan sejalan dengan putusan pengadilan yang akan ditetapkan kemudian,” pungkas dia. (tim)