Bojonegoro, EDITOR.ID,- Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan produksi gas dari proyek pengembangan gas lapangan unitisasi Jambaran-Tiung Baru (JTB) di Desa Bendungrejo, Bojonegoro, Jawa Timur akan digunakan memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.
Proyek tersebut baru saja diresmikan peletakan batu pertamanya oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasiun Jonan di Desa Bendungrejo, Bojonegoro, Jawa Timur.
Adapun cadangan gas pada lapangan JTB ini mencapai 1,9 trillion cubic feet (TCF). Hasil produksi gas dari lapangan JTB ini akan dipasok ke berbagai daerah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Seluruh produksi gas ini akan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri,” ujar Amien Sunaryadi, di lokasi proyek pengembangan gas lapangan unitisasi Jambaran-Tiung Baru (JTB) di Desa Bendungrejo, Bojonegoro, Jawa Timur Senin (25/9/2017).
Proyek ini akan selesai pada 2021 dan memiliki fasilitas pemrosesan gas 330 juta kaki kubik per hari (million metric standard cubic feet per day/MMSCFD), dan produksi gas jual sebesar 172 MMSCFD.
Amien mengatakan, alokasi sebesar 100 MMSCFD dipasok ke Pertamina, yang kemudian dialirkan ke PLN untuk kebutuhan listrik di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sementara alokasi sebesar 72 MMSCFD untuk kebutuhan industri di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Untuk menyalurkan gas dari Lapangan JTB, pipa transmisi Gresik-Semarang akan dibangun oleh PT Pertamina Gas. Pembangunan pipa Gresik-Semarang sepanjang 267 kilometer menghabiskan investasi sebesar US$ 515 juta atau sekitar Rp 6,8 triliun.
Diharapkan industri berbasis gas dapat tumbuh di sepanjang pipa transmisi yang melintasi 7 kabupaten di Jawa Timur dan Jawa Tengah tersebut.
Harga gas di kepala sumur sebesar US$ 6,7 per MMBTU, dan sifatnya tetap (flat) selama 30 tahun. Dengan biaya toll fee sebesar US$0,9 MMBTU, harga di pembangkit listrik PLN menjadi sebesar US$7,6 per MMBTU.
“Ini komitmen industri hulu migas memprioritaskan konsumen dalam negeri,” kata Amien.
Produksi gas yang dihasilkan melalui enam sumur, kata Amien, akan diolah melalui fasilitas pemrosesan gas/gas processing facilities (GPF). Dari rata-rata produksi sebesar 330 MMSCFD, GPF memisahkan kandungan CO2 dan H2S, sehingga menghasilkan gas yang dapat dijual sebesar 172 MMSCFD.
Amien menjelaskan, pemakai gas pipa domestik terbesar adalah konsumen industri, yang kemudian diikuti oleh kelistrikan. Sejak tahun 2013, alokasi domestik sudah lebih besar dari ekspor. Tahun 2017, kontrak gas domestik mencapai 3.855 MMSCFD, sedangkan ekspor sebesar 2.618 MMSCFD.