Pada November 1963 Gus Dur meraih bea siswa dari Kementrian Agama untuk mengenyam ilmu Al Quran di Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Setelah itu Gus Dur melanjutkan pendidikan pasca sarjana di Universitas Baghdad di Irak. Disini Gus Dur juga mendapat bea siswa. Pada tahun 1970 ia menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad.
Pulang ke tanah air Gus Dur punya kebiasaan berkeliling pesantren di seluruh Jawa. Pada saat itu pesantren berusaha keras untuk mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan mengadopsi kurikulum pemerintah. Karena nilai-nilai pesantren semakin luntur akibat perubahan ini, Gus Dur pun prihatin dengan kondisi tersebut. Ia juga prihatin akan kemiskinan yang melanda pesantren yang ia lihat. Melihat kondisi tersebut Gus Dur lebih memilih mengembangkan pesantren.
Meskipun kariernya bisa meraih kesuksesan namun ia masih merasa sulit hidup karena hanya memiliki satu sumber pencaharian. Ia pun bekerja kembali dengan profesi berbeda untuk mendapatkan pendapatan tambahan dengan menjual kacang dan mengantarkan es. Pada tahun 1974 ia menjabat sebagai Sekretaris Umum Pesantren Tebu Ireng hingga tahun 1980.
Pada tahun 1980 ia menjabat sebagai seorang Katib Awwal PBNU hingga pada tahun 1984. Pada tahun 1984 ia naik pangkat sebagai Ketua Dewan Tanfidz PBNU. Tahun 1987 Gus Dur menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Pada tahun 1989 kariernya pun meningkat dengan menjadi seorang anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat RI.
Dan hingga akhirnya pada tahun 1999 sampai 2001 Gus Dur mendapat amanah dari Allah SWT dan rakyat Indonesia menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia ke empat.
Sebagai seorang Presiden RI, Gus Dur memiliki pendekatan-pendekatan yang berbeda dalam menyikapi suatu permasalahan bangsa. Ia melakukan pendekatan yang lebih simpatik kepada kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sehingga mereka menerima dengan terbuka. Gaya Gus Dur merangkul.
Banyak kebijakan Gus Dur semasa menjabat Presiden yang mengayomi etnis Tionghoa. Sejumlah kebijakan Gus Dur menghapuskan diskriminasi terhadap warga bangsa yang kebetulan lahir dari etnis Tionghoa yang semasa Orde Baru dikekang. Pada Januari 2001, Presiden Gus Dur mengeluarkan perintah Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur nasional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa.
Gus Dur adalah sosok Presiden dalam sejarah Indonesia yang berani secara jantan meminta maaf kepada keluarga PKI yang mati dan disiksa, dan lain-lain.
Selain itu, Gus Dur juga dikenal sering melontarkan pernyataan-pernyataan kontroversial, yang salah satunya adalah mengatakan bahwa anggota MPR RI seperti anak TK.