“Tunggu sebentar yah”, ujar DI ketika saya melewati pintu gerbang yang dibiarkan terbuka lalu duduk di kursi yang berada di ruang garasi mobil. Saat itu DI sedang melayani seorang lelaki muda, berusia 30-an.
Sang tamu yang mengaku tidak punya uang dan tempat tinggal, serta saya lihat tiga gigi depannya sudah copot, bermaksud menawarkan salah satu ginjalnya kepada DI. Harganya, belum ditawar, sebanyak Rp. 80,- juta.
Negosiasi antara DI dengan si penjual ginjal, cukup alot. Sebab DI ngotot agar lelaki muda itu tak perlu menjual ginjalnya. Lebih baik dia mencari pekerjaan sebagai “sales man”. Untuk bulan pertama DI menyanggupi membantunya dengan membayar uang kosnya.
Negosisasi belum lagi menemukan titik temu sementara tamu dari Kalimantan Utara, sudah melewati pintu pagar. Sang tamu, tidak lain adalah Irianto Lambrie, Gubernur terpilih pertama Kalimantan Utara.
Lambrie dan DI sudah bersahabat lebih lebih dari 30 tahun. Saat DI masih menjadi reporter harian “Manutung” di Samarinda.
Sembari menyambut Gubernur Lambrie, si penjual ginjal pun ditawari DI untuk bermalam di rumahnya.
Gubernur Lambrie menemui DI untuk menyampaikan ucapan terima kasihnya. Sebab pada Jumat 8 September 2017, esok harinya, di kantor “Jawa Pos” digelar acara pelepasan mahasiswa-mahasiswi yang belajar ke RRT.
Dari 360 orang, yang semuanya diberi beasiswa oleh DI untuk belajar ke RRT, rekrutan asal Kalimantan Utara menempati porsi paling banyak.
Bagi Gubernur Kaltara, apa yang dilakukan oleh DI merupakan investasi kemanusiaan yang tak ternilai harganya. Investasi mana sangat berharga dalam bidang SDM (Sumber Daya Manusia).
Gubernur Lambrie berharap, sekembali para mahasiswa-mahasiswinya dari RRT ke Kaltara, mereka akan menjadi tenaga trampil yang bisa ikut membangun provinsi termuda tersebut.
Kaltara sebut Lambrie, merupakan salah satu provinsi terbaru – hasil pemekaran dari provinsi Kalimantan Timur yang memiliki potensi besar yang bisa memajukan Indonesia.
Luas wilayahnya melebihi Jawa Timur. Perbedaannya, kalau Jawa Timur dikenal sebagai salah satu provinsi berpenduduk terbanyak (puluhan juta orang, penduduk Kaltara tidak sampai satu juta manusia.
Status DI sebagai tertuduh korupsi, memang masih “menggantung”. Sebab Jaksa Penuntut Umum yang menuntut hukuman bagi DI, kabarnya masih akan naik kasasi. Tetapi apapun hasilnya, sudah sulit dibantah bahwa waktu dan keadilan, sudah berpihak kepada DI.
Opini publik sudah dibentuk oleh alam dan waktu bahwa kemenangan DI di pengadilan tingkat provinsi, merupakan jawaban logis atas pencarian sebuah keadilan.