Foto : Dahlan Iskan diapit Eddy Widjaya,(kanan) Eksekutif Produser sebuah perusahaan film dan penulis (kiri), dipotret di garasi mobil kediaman DI di Surabaya (koleksi Derek Manangka/fb)
CATATAN TENGAH, Senin 11 September 2017
Oleh Derek Manangka
Ketokohan, popularitas dan kharisma seseorang tak bisa dibentuk dan terbentuk dalam waktu satu malam. Butuh waktu lama prosesnya. Alam tidak bisa dipaksa ataupun diakali. (Hampir) sama dengan soal kebenaran. Yang tak bisa dimanipulasi maupun disembunyikan.
Inilah yang terjadi dengan diri Dahlan Iskan (DI). Seorang reporter dari sebuah suratkabar daerah – 35 tahun lalu, yang kini sudah menjelma sebagai Raja Media sekaligus salah seorang figur politik non-partisan yang mewakili masyarakat madani.
Dia menjadi tokoh populer dan tercatat sebagai salah seorang sosok berkharisma yang diperhitungkan oleh partai-partai politik – menjelang Pilpres 2019.
Dari mana mengukurnya ?
Di tahu 2013, DI keluar sebagai pemenang peserta kontes calon Presiden dalam Konvensi Partai Demokrat, partai pimpinan SBY – Presiden ke-6 Republik Indonesia. DI ikut dalam kontestasi tersebut, bukan karena obsesi dan ambisinha menjadi Presiden. Tapi karena DI secara khusus diminta oleh SBY untuk bersaing dengan 9 peserta lainnya.
Sekalipun menang, bekas Menteri BUMN dan Dirut PLN tersebut tidak maju dalam kontestasi Pilpres 2014. Berhubung Partai Demokrat, yang menjadi kendaraan politik SBY selama 10 tahun, tidak meraih suara minimum Presidential Treshold 20%.
Saat ini DI merupakan satu-satunya figur Indonesia – yang kehidupannya sudah dibukukan dalam 30 buah judul. Sebuah rekor tersendiri dalam dunia literatur.
Boleh jadi baru DI, Raja Media yang cerita tentang diri dan reputasinya, dibukukan seperti itu.
Dan salah satu keunikan dari buku tentang DI, sebagian diantaranya ditulis secara sukarela oleh mereka yang hanya mengenalnya dari ‘jarak jauh’ saja.
Buku tentang kehidupan dan capaiannya, ditulis dalam format yang berbeda dengan Raja Media seperti Jakob Oetama (Kompas) atau Surya Paloh (Metro TV).
Buku yang ditulis Rhenald Kasali, merupakan salah satu contohnya.
Rhenald yang pakar manajemen dari Universitas Indonesia dan berdomisili di Jakarta, membukukan DI, putera daerah yang bermukim di Surabaya, hanya berdasarkan kumpulan ciutan para pengguna media sosial twitter.
Dalam dunia layar lebar, di luar perbukuan, kehidupan DI difilmkan pada “Sepatu Dahlan Iskan” oleh produser yang berempati kepadanya. Lagi-lagi hal ini membedakannya dengan Raja Media yang disebutkan di atas.