EDITOR.ID, Jakarta, – Varian baru virus Corona yang lebih ganas bernama Delta India telah masuk ke Indonesia. Virus yang meluluhlantakan gelombang penularan Corona di India ini terdeteksi “menempel” di salah satu pasien. Konon kabarnya virus paling ganas ini masih ke Indonesia dibawa oleh pekerja migran Indonesia alias tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang pulang ke Indonesia.
Virus Delta India sangat ganas karena menularkan virus dengan sangat cepat sekali. Sehingga jumlah warga yang tertular akan lebih besar dan ini akan menyebabkan rumah sakit kewalahan menerima pasien.
Varian Corona B1617.2 yang pertama kali ditemukan di India atau varian Delta ini mulai menyebar di beberapa wilayah Indonesia. Varian ini diklasifikasikan sebagai variant of concern (VoC) oleh WHO karena diduga lebih menular dibandingkan varian aslinya.
Data dari Kementerian Kesehatan RI menunjukkan per 13 Juni, sudah ada 107 varian Delta yang tersebar, menjadikannya VoC yang mendominasi di Tanah Air.
Mantan Direktur WHO SEARO, Prof Tjandra Yoga Aditama, mengungkap beberapa hal terkait varian Delta, mulai dari tingkat penularan hingga dampaknya terhadap vaksin.
Varian Delta telah terbukti meningkatkan risiko penularan. Di Inggris, ada lebih dari 42 ribu kasus varian Delta, naik 70 persen dari minggu sebelumnya atau naik 29 ribu kasus dalam waktu sepekan.
“Juga, Public Health England (PHE) melaporkan bahwa varian Delta ternyata 60 persen lebih mudah menular daripada varian Alfa. Juga waktu penggandaannya (doubling time) berkisar antara 4,5 sampai 11,5 hari,” jelas Prof Tjandra kepada wartawan, Kamis (17/6/2021).
Data terbaru dari Inggris menunjukkan bahwa secondary attack rates atau jumlah penderita baru varian Delta lebih tinggi daripada Alfa. Secondary attack rate varian Delta adalah 2,6 persen dan varian Alfa sebesar 1,6 persen pada mereka yang ada riwayat bepergian.
Pada kontak kasus yang tidak ada riwayat bepergian, kasus varian Delta 8,2 persen, sementara varian Alfa 12,4 persen.
Meski varian Delta belum terkonfirmasi membuat infeksi lebih berat atau menyebabkan kematian yang lebih tinggi, ada laporan peningkatan kasus rawat inap akibat varian ini.
“Di sisi lain, memang ada beberapa laporan yang membahas tentang kemungkinan lebih beratnya penyakit yang ditimbulkan varian ini,” papar Prof Tjandra.
Dalam pemaparannya, Prof Tjandra menyinggung dampak varian Delta terhadap kemungkinan terinfeksi ulang sesudah sembuh. Ia mengatakan ada laporan bahwa pada varian Delta, terjadi penurunan aktifitas netralisasi yang berkaitan dengan risiko reinfeksi.
Sejauh ini belum ada laporan ilmiah yang sahih tentang dampak varian Delta terhadap hasil pemeriksaan COVID-19 dengan PCR dan atau rapid antigen.
Laporan awal dari Inggris menunjukkan ada sedikit penurunan efektifitas vaksin Pfizer BioNTech dan AstraZeneca-Vaxzevria terhadap varian Delta dibandingkan dengan varian Alfa.
Penelitian lain yang dipublikasi di jurnal internasional Lancet menemukan adanya penurunan netralisasi pada varian Delta yang diberi vaksin Pfizer, lebih tinggi dari penurunan netralisasi pada varian Alfa dan Beta.
“Dari berbagai data yang ada maka secara umum pemberian vaksin Pfizer dan AstraZeneca dua dosis masih dapat melindungi terhadap varian Delta, tetapi memang harus dua kali dan jangan hanya satu kali,” pungkasnya. (tim)