Dalam demokrasi yang baik, lanjut dia, semestinya jabatan publik diisi melalui sistem seleksi yang baik. Sosok yang punya kualitas disodorkan dalam pemilu untuk dipilih publik. Namun, dalam praktiknya di Indonesia, tokoh yang disodorkan sudah di-setting sedemikian rupa untuk mengakomodasi kepentingan elite tertentu.
Karena itu, menurut dia, demokrasi di Indonesia saat ini baru sebatas prosedural. Sedangkan secara substansial masih jauh dari harapan. ”Orang yang punya uang, kuasa, dan jaringan menunggangi demokrasi sebagai alat untuk keluarga, anak menjadi pejabat publik,” imbuhnya.
Analis politik dari Exposit Strategic Arif Susanto menambahkan, banyaknya dinasti politik dalam periode DPR kali ini membuat harapan akan perubahan kinerja sulit tercapai. Sebab, meski muncul nama-nama baru, mereka berpotensi terjebak dan ikut sikap elite lama. ”Mungkin ini akan menjadi satu fenomena politik yang sinambung dengan sebagian hasil pilihan DPR mendatang.” (tim)