Jakarta, EDITOR.ID,- Partai Golkar akhirnya merapat ke Partai Demokrat. Kesepahaman politik ini ditandai pertemuan antara Ketua Umum Airlangga Hartarto dan jajaran petinggi partai beringin dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono. Pertemuan kedua partai bertempat di kediaman SBY, Puri Cikeas, Bogor berlangsung tertutup.
Usai pertemuan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto menyebut tidak mungkin partai yang nanti memenangi pemilu kerja sendirian, diperlukan kerjasama untuk memajukan Indonesia.
Sementara Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan dalam politik semua kemungkinan terbuka asal dengan tujuan yang sama.
Lebih jauh Airlangga Hartarto menyampaikan poin-poin yang disepakati antara Partai Golkar dan Partai Demokrat dalam pertemuan dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.
“Ke depan Partai Golkar dan Partai Demokrat sepakat bahwa pemilu itu bukan the winner takes it all,” kata Airlangga dalam konferensi pers bersama Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY selepas pertemuan.
“Artinya kita ini kan Indonesia Raya, kita bukan seperti Amerika, demokrasi yang kebarat-baratan itu demokrasi yang the winner takes it all,” kata Airlangga. Sementara dalam konsep Demokrasi Pancasila, semua pihak bisa sama-sama membangun negeri bersama pihak yang menang pemilu.
Airlangga lantas menggunakan analogi olahraga voli. Begitu ada pembentukan tim nasional atau timnas voli, maka anggotanya bukan hanya berasal dari klub yang juara kompetisi tapi dari semua klub. “Nah kebetulan saya juga cabang olahraga wushu jadi saya tahu apa yang namanya sportifitas apa yang penting untuk menjadikan sebuah tim yang kuat,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Wushu Indonesia ini.
Dalam pertemuan, Airlangga menyadari Golkar saat ini berada di pemerintahan dan Demokrat sebagai oposisi. Akan tetapi, Airlangga dan AHY di momentum pertemuan sama-sama mengungkapkan kenangan 10 tahun kedua partai sama-sama mendukung pemerintahan SBY dari 2004 sampai 2014.
Ditanya soal maksud pemilu Indonesia bukan the winner takes it all, Airlangga menjelaskan bahwa Indonesia sebenarnya beberapa kali berada di persimpangan jalan. Contohnya di tahun 1965-1966. Persimpangan jalan ini pula yang disampaikan SBY dalam pertemuan. “Antara ideologi kiri dan kanan yang mengakibatkan konflik horizontal,” kata Airlangga.
Tahun 1998, ada lagi persimpangan jalan antara kekuasaan yang perlu dibatasi dan tidak perlu yang akhirnya memicu konflik horizontal di masyarakat. Lantas, Airlangga mengklaim tahun depan Indonesia menghadapi persimpangan jalan lagi, apakah menjadi negara maju atau justru terjebak dalam middle income trap.