EDITOR.ID, Jakarta,- Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terus membongkar dan memblejeti praktek ganjil dan tak pantas yang dilakukan jajaran manajemen BUMN minyak pelat merah ini.
Terkini Ahok melontarkan temuannya bahwa direksi Pertamina juga menerima uang representatif di luar gaji pokok.
Namun sayangnya, Ahok mengatakan bahwa hingga saat ini direksi tak mengakui telah menerima uang representatif tersebut.
“Direksi tidak pernah ngaku kepada Dekom (Dewan Komisaris) ada uang representatif sampai hari ini jika ditanya,” ungkapnya sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia, Kamis (17/06/2021).
Dia mengatakan, uang representatif ini semacam gaji tambahan. Uang representatif ini biasanya tambahan uang saku kepada pejabat negara, sekretaris daerah, pimpinan dan anggota DPRD dan pejabat eselon II dalam melakukan perjalanan dinas.
“Nggak jelas. Jadi semacam gaji tambahan?” ungkapnya.
Karena direksi belum juga mengakui adanya ‘gaji tambahan’ ini, maka pihaknya pun tak bisa serta merta membuat kebijakan penghapusan uang representatif ini.
“Belum diakui ada,” ujarnya.
Lalu, bagaimana reaksi manajemen Pertamina terkait pernyataan Ahok tersebut?
Juru bicara Pertamina coba dikonfirmasi terkait “nyanyian” Ahok ini, namun hingga kini belum ada respons.
Sebelumnya, demi efisiensi di tubuh Pertamina Ahok membuat gebrakan dengan mencabut fasilitas kartu kredit korporat di level dewan direksi, komisaris, senior vice president, hingga pejabat level manajer di perseroan.
?Dalam RUPS kemarin sudah disampaikan tentang peniadaan fasilitas kartu kredit bagi dewan direksi, dewan komisaris, sampai manager, senior vice president dan lain-lain yang selama ini ada fasilitas tersebut,? ujar Ahok.
Ahok menjelaskan kebijakan tersebut tidak hanya berlaku di induk perusahaan, tapi juga di seluruh grup. Artinya, para pejabat di anak usaha atau subhloding Pertamina juga tidak akan lagi merasakan fasilitas kartu kredit tersebut.
Sebagai gantinya, tagihan atas kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh petinggi perseroan, seperti untuk jamuan tamu, harus langsung diajukan kepada perusahaan.
Ahok mengungkapkan bahwa dirinya mendapatkan fasilitas kartu kredit korporat Pertamina dengan limit hingga Rp 30 miliar.
Namun dirinya mengaku tidak mengetahui berapa limit kartu kredit untuk direksi karena ketika sudah diminta untuk dicabut sejak tahun lalu, namun tidak ada respons.
“Patokannya yang punya saya sebagai Komut aja limitnya Rp 30 miliar. Udah saya kembalikan dan minta ditutup,” ucapnya.
Selain itu, pemesanan tiket penerbangan, hotel, dan akomodasi maupun transportasi lainnya juga mesti dilakukan atas nama perusahaan.
?Poin potongan dan sebagainya juga harus masuk ke perusahaan, tidak boleh ke nama pribadi,? tutur Ahok.
Pertamina, menurut Ahok, menargetkan optimasi biaya atas berbagai penghematan bisa mencapai US$ 1,9 milar pada 2021. Pertamina juga membidik laba bersih lebih tinggi hingga akhir tahun nanti sebesar US$ 2 miliar.
Dalam pembukuannya, Pertamina baru saja mencatatkan laba bersih sepanjang tahun 2020 sebesar US$ 1,05 miliar atau Rp 15,3 triliun (asumsi kurs 14.572 per dolar AS).
Ketimbang tahun sebelumnya, laba bersih ini turun. Pada 2019, laba bersih Pertamina mencapai US$ 2,35 miliar atau Rp 35,8 trilun.
Sementara itu, EBITDA yang diperoleh perseroan sebesar US$ 7,6 miliar dengan EBITDA margin 18,3 persen.
Pertamina melakukan transformasi, optimasi, efisiensi, dan akuntabilitas di seluruh lini perusahaan sehingga pendapatan konsolidasian di akhir 2020 mencapai US$ 41,47 miliar.
Tren kinerja yang positif di tengah tantangan pandemi Covid-19 dan menurunnya harga minyak dunia, kata Ahok, terjadi karena perusahaan melakukan penghematan dari sisi pengadaan dengan cara sentralisasi dan optimasi biaya serta penjualan produk.
?Kami tidak lagi melalui pihak ketiga,? kata Ahok.
Selain itu, perusahaan minyak negara menerapkan sistem pro bono untuk pejabat di anak perusahaan dan cucu perusahaan. Ahok menegaskan optimasi biaya dengan cara penghematan harus terus dilakukan untuk meningkatkan kinerja Pertamina.
Selain itu, Pertamina harus mengoptimalkan pemanfaatan aset untuk meningkatkan penjualan produk maupun jasa. (tim)