Fenomena yang menarik belakangan ini, lanjutnya, terjadi adalah ketika suatu negara agama yang konservatif membuka keran kebebasannya ternyata terjadi peningkatan jumlah ateisme di negara tersebut. Di sisi lain, di negara – negara sekuler yang justru melarang agama dalam pendidikan dan menjunjung tinggi kebebasan justru mengalami peningkatan penganut agama tertentu.
“Di lain hal, ketika hal tersebut terjadi justru demonstrasi dengan membakar kitab suci tertentu terjadi, yang pada akhirnya Pemerintah negara sekuler mulai mempertimbangkan untuk membatasi ekspresi kebebasan yang membakar kitab suci untuk alasan keamanan,” sambungnya.
Negara yang menerapkan agama secara konservatif justru melahirkan gelombang imigran yang mencari kebebasan, tetapi justru negara penerima imigran kaget dengan heterogenitas hingga isu imigrasi menjadi isu yang sangat sentral di negara tersebut. Selain itu, justru ternyata di negara – negara sekuler Pemerintahnya memperjuangkan sistem ekonomi baru yang berbasiskan nilai – nilai agama.
“Banyak sekali fenomena yang bersifat anomali dewasa ini yang membalikan secara upside down teori – teori lama. Tentu kita perlu merenungkan secara mendalam fenomena yang terjadi dewasa ini agar mendapatkan jawaban yang utuh. Setidaknya kita bisa memulai dari “di dalam agama terdapat pengetahuan dan di dalam pengetahuan terdapat agama”. Untuk memulai merenung tentu kita harus bebas dari ancaman pidana. Bebaskan Sivitas Akademika,” pungkasnya. (tim)