EDITOR.ID, Bekasi – Adanya informasi yang tidak jelas sumbernya terkait pelantikan Wakil Bupati Bekasi, Marzukih melalui mekanisme Panitia Pemilihan (Panlih) DPRD Kabupaten Bekasi.
Menjadi perhatian publik dan membuat masyarakat tidak nyaman.
Oleh sebab itu. Kami Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Bekasi mempertanyakan kepada Mentri Dalam Negeri.
Melalui aksi damai ini, kami berharap Pak Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian harus mengeluarkan surat resmi demi kepastian hukum untuk memberikan dan menciptakan kondusifitas di Kabupaten Bekasi.
Perwakilan mahasiswa Naupal Al Rasyid mengatakan bahwa apabila hal ini didiamkan terlalu lama akan menjadi bola liar serta mengakibatkan konflik.
“Sebab di tengah masyarakat dan berbagai element telah terjadi perbedaan pendapat. Yaitu dukung mendukung. Dimana ada yang menolak marzukih dilantik, dan ada yang mendukung Marzukih dilantik,” jelasnya, Selasa 26 Oktober 2021.
Jadi kami sebagai mahasiswa yang peduli dengan jalannya roda Pemerintahan Kabupaten Bekasi untuk memaksimalkan program kerja meminta Pak Tito untuk mengeluarkan surat terkait kepastian hukum proses pelaksanaan pemilihan Wakil Bupati yang telah diselenggarakan pada 19 Maret 2020 oleh Panlih DPRD Kabupaten Bekasi.
Sebagaimana diketahui. Kuasa Hukum, Tuti Nurcholifah Yasin, Naupal Al Rasyid, berkirim surat kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, terkait perihal Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) laporan Polisi, dengan terlapor dalam lidik, Ketua Panitia Pemilihan (Panlih) Wakil Bupati (Wabup) Bekasi, sisa masa jabatan 2017-2022.
?Jadi, tujuan kami berkirim surat ke Mendagri, untuk menghindari terjadinya multitafsir norma,? kata Naupal Al Rasyid.
Kata dia, saat ini kepastian norma hukum harus sesuai perundang-perundangan. Untuk menghindari agar informasi tidak salah kepada masyarakat. Sebab, yang beredar sudah terjadi, kontestasi norma, reduksi norma, dan konflik norma.
Naupal menjelaskan, kontestasi norma, di mana ada informasi liar terkait wakil bupati, akan dilantik dari proses panlih. Tapi kenyataannya, hingga saat ini tidak kunjung dilantik.
Kemudian, reduksi norma seperti ada hal menghilangkan proses yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dan konflik norma ini, di mana telah terjadi, ada yang mendukung wakil bupati dilantik, serta ada yang menolak wakil bupati dilantik.
?Oleh karena itu, atas dasar fakta perbuatan panlih wakil bupati sisa masa jabatan 2017-2022, telah melakukan cacat secara prosedur. Karena tidak sesuai ketentuan. Makanya, kami memohon kepada Mendagri, sebagaimana diatur pada Pasal 90 Ayat 1 Undang -Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, untuk berkenaan menyatakan hasil pemilihan panlih tidak sah,? terang Naupal.
Sementara itu, dokumen yang diterima redaksi menyebutkan bahwa ada laporan ke Polda Metro Jaya, dengan nomor Laporan No : B/3241/x/RES 1.9/2021/Ditresmum. Perihal : Pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan ke ? 1.
Di mana, dalam surat tersebut tertulis kendala, pelapor belum memberikan kelengkapan bukti, dan Sekda Jabar, Setiawan Wangsa Atmaja, belum hadir untuk dimintai keterangan.
?Kami akan melengkapi kekurangan dokumen yang akan diperlukan oleh tim penyidik Polda Metro Jaya secepatnya,? janji Naupal.
Namun apabila mengacu Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, tepatnya dalam ketentuan Pasal 176 ayat (4) menghendaki dilakukan pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang masih memiliki sisa jabatan selama 18 (delapan belas) bulan lebih.
Sehingga dengan paham hukum kita yang bersifat positivisme dan dihubungkan secara yuridis normatif Pasal 176 ayat (4) ini mengikat dan berkekuatan hukum, sepanjang tidak dicabut atau dikabulkan dalam judicial review di MK, maka dihubungkan dgn fakta adanya penetapan dari Panlih Wakil Bupati Bekasi sisa masa jabatan 2017-2022 dalam hukum tata negara sudah daluarsa (lewat waktu) dan dari aspek hukum kalau secara penafsiran teleologis atau fungsional maka ketentuan Pasal 176 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2016 dimaksudkan sebagai Pengisian kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah di dalam sistem Pemerintahan Daerah dan membantu Kepala Daerah menyelesaikan beban dan kerumitan pekerjaan Kepala Daerah, sudah tidak relevan serta dapat dimaknai ketentuan Pasal 176 ayat (4) tersebut sudah tidak memenuhi unsur untuk dilaksanakan karena sudah ada Pj. Bupati Bekasi.
“Dan perlu kami sampaikan turunnya ke jalan menyampaikan aspirasi, PMII Kabupaten Bekasi bukan untuk kepentingan politik, melainkan untuk kepentingan masyarakat. Sebab kondisi seperti ini sangatlah tidak nyaman. Khususnya bagi para ASN dilingkungan Pemkab Bekasi. Karena belum diketahui betul siapakah kepala daerah yang sesungguhnya,” pungkasnya.