Jakarta, EDITOR.ID,- Sebagian publik merasa janggal terhadap vonis 6,5 tahun penjara yang dijatuhkan Majelis hakim Eko Aryanto dkk kepada pengusaha tambang Timah Ilegal, Harvey Moeis. Bahkan, vonis tersebut menjadi pembicaraan publik hingga elite politik.
Vonis hukuman kepada suami Sandra Dewi itu tak sebanding dengan hancurnya lingkungan Bangka Belitung oleh tambang timah ilegal, juga masa depan rakyat disana. Ditambah lagi kerugian negara Rp 300 triliun.
Salah satu kritikan tajam datang dari Anggota Komisi III Fraksi NasDem, Rudianto Lallo. Rudianto menilai mestinya vonis terhadap Harvey maksimal seperti yang dituntut oleh jaksa.
“Kalau bicara ada efek jera dalam sebuah perkara kasus, maka hukumannya harusnya maksimal supaya ada efek jera. Ada efek jera berarti tidak ada lagi orang berani melakukan tindakan pidana korupsi kan seperti itu,” kata Rudianto dihubungi, Selasa (24/12).
Rudianto mengatakan pengembalian aset menjadi hal yang penting dalam perkara yang merugikan negara senilai Rp 300 triliun ini. Ia mempertanyakan apakah uang pengganti yang disita dari Harvey Moeis dapat sebanding dengan kerugian negara.
“Yang kedua, bagaimana pengembalian kerugian negara atau pemulihan aset, itu yang lebih penting. Sehingga orang yang terdakwa korupsi, maka paling utama bagaimana mengembalikan aset atau kerugian negara ini,” ujar Rudianto.
“Kasus timah ini kan ditengarai ada bahkan triliunan kan, isunya dari awal kan hebohnya Rp 300 T. Rp 300 T itu potensinya kembali nggak ke negara atau tidak? kan itu yang jadi pertanyaan,” tambahnya.
Publik Geram dengan Vonis Ringan, Ada Apa dengan Pak Hakim?
Vonis Harvey Moeis tidak hanya menjadi perhatian politisi, tetapi juga memancing reaksi keras dari masyarakat. Di media sosial, banyak netizen yang meluapkan kekecewaannya terhadap sistem peradilan di Indonesia.
Adinda Zahrany melalui akun Twitter-nya menyindir, “Lucunya Hukum di Konoha ???? Sopan, punya tanggungan keluarga dan belum pernah dipenjara alasan divonis 6,5 tahun penjara.”
Herri, seorang netizen lain, menambahkan, “Berpesta pora rampok di Konoha, dalangnya pun tidak terungkap.”
Netizen lainnya, Murni Murniati, menyatakan bahwa hukuman bagi koruptor kerap terasa tidak adil dibandingkan dengan rakyat kecil. “D hukum tidak berapa lama, dpt pasilitas penjara seperti hotel, terus dpt remisi tiap tahun terus d maafkan,” tulisnya.
Tidak sedikit pula yang mempertanyakan independensi hakim dalam kasus ini. “Hakimnya dibayar berapa ya?? @KomisiYudisial,” tulis Erik67.
Dorong Kejagung Banding dan Selidiki
Menyikapi hal itu, anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil mendorong jaksa mengajukan banding terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang hanya memvonis Harvey Moeis, perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) 6 tahun 6 bulan penjara di kasus korupsi timah.