“Bupati Lebak menetapkan status tanggap darurat bencana banjir bandang dan tanah longsor Kabupaten Lebak selama 14 hari, dari 1 Januari sampai dengan 14 Jan 2020,” kata Agus.
Agus mengatakan, kendala yang dihadapi di wilayah terdampak bencana meliputi jaringan listrik di sejumlah titik masih padam. Kemudian juga jaringan air bersih terganggu, akses jalan dan cuaca kurang mendukung yang menyebabkan jalanan licin.
“Sementara itu, kebutuhan mendesak bagi para pengungsi di antaranya keperluan bayi, makanan siap saji, terpal, tenda, hingga lampu penerangan,” jelas Agus.
Kawasan di sekitar Sungai Ciberang di Desa Banjarsari, Lebak Gedong, Provinsi Banten, termasuk kawasan yang paling parah diterjang banjir bandang pada awal tahun 2020.
Seorang warga berusia 52 tahun bernama Aminudin menceritakan bagaimana banjir bandang menerjang pohon dan menghanyutkan rumah-rumah milik warga, termasuk menghancurkan rumah miliknya.
“Air datang dari arah kali, air setinggi satu setengah meter menabrak pohon yang kemudian tumbang … air yang bercampur lumpur dan pohon menabrak tiga rumah. Rumah-rumah terseret,” kata Aminudin sebagaimana dilansir dari BBC News Indonesia.
Rumah Aminudin rusak berat akibat terjangan banjir.
Menghadapi situasi mencekam ini, ia mengatakan tak banyak yang dapat dilakukan.
Yang menjadi pemikirannya saat itu adalah menyelamatkan anggota keluarga dan beberapa dokumen penting.
“Ada surat-surat penting yang tak sempat saya selamatkan. Nanti kalau sudah surut ke sana lagi,” kata Aminudin.
Banjir bandang dengan skala seperti ini baru pertama kali terjadi di Banjarsari. Bencana berawal dari hujan deras pada Selasa (31/12) sore. Hujan deras membuat gemuruh aliran Sungai Ciberang terdengar semakin kencang.
Curah hujan tak kunjung reda dan turun selama sekitar dua hari satu malam, yang menyebabkan debit air Sungai Ciberang meningkat dan mulai memasuki permukiman warga.
Air datang tiba-tiba
Mengantisipasi situasi memburuk, warga bergotong royong membenahi saluran-saluran air. Warga panik karena volume air terus meningkat.
“Saya di rumah tak ikut gotong royong … tiba-tiba air naik dari wahangan (semacam kolam yang dibuat di sisi sungai) sama lumpur-lumpur itu, kan di atasnya longsor dari Kampung Jaha, [tinggi air sampai] satu setengah meter” kata Aminudin.
Melihat kondisi yang semakin membahayakan, ia langsung memanggil anggota keluarga untuk keluar rumah dan berlari ke rumah warga lain yang berada di daerah yang lebih tinggi.