13 Juta Suara Rakyat Terbuang Sia-Sia, Caleg Potensial Berguguran

Sistem Parliamentary Threshold Merampas Hak Suara Rakyat Yang Ingin Perubahan

EDITOR.ID, Jakarta,- Sebanyak 13.594.842 suara sah dalam pemilihan umum (pemilu) 2019 tidak bisa dihitung menjadi perolehan kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Akibatnya lebih dari 13 Juta suara sah Pemilih 2019 terbuang sia-sia karena penerapan sistem Parliamentary Threshold.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni mengatakan, fenomena ini terjadi akibat aturan ambang batas perolehan suara (parliamentary threshold).

Aspirasi pemilih yang telah memberikan suara dibiarkan terbuang sia-sia oleh sistem rekayasa elektoral.

“Penerapan parliamentary threshold (PT) tidak efektif dan berdampak pada terbuangnya suara sia-sia, suaranya tidak dihitung karena partai tidak lolos parliamentery threshold,” ujar Titi Anggraeni dalam seminar yang diselenggarakan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (ILUNI FHUI) bersama unit kegaiatan mahasiswa FHUI, Senin (24/6/2019).

Sejumlah partai politik baru yang memiliki kader terbaik, memiliki elektabilitas tinggi dan berintegritas di mata publik harus gigit jari. Pasalnya, meski mereka berhasil meraih suara terbesar di Daerah Pemilihannya. Bahkan perolehannya cukup fantastis diantaranya caleg lainnya di satu propinsi.

Namun sang calon wakil rakyat yang diharapkan rakyat di daerah tersebut bisa mewakili aspirasinya harus terjegal dan gagal melaju ke Senayan karena partainya gagal menembus ambang batas parliamentary threshold.

Titi menjelaskan bahwa fakta tersebut harus menjadi pertimbangan serius soal ketentuan ambang batas perolehan suara sebesar 4 persen.

Saat ini ketentuan tersebut diatur langsung dalam UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Pasal 414 ayat 1 UU Pemilu menyebutkan bahwa partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen. Jumlah suara sah secara nasional yang dimaksud adalah hasil penghitungan untuk suara DPR.

Perludem merupakan salah satu lembaga yang sejak lama menentang pengaturan parliamentary threshold diUU Pemilu.

“Seharusnya didorong ambang batas alamiah, rekayasa elektoral tidak seharusnya membuang suara sah pemilih secara sia-sia,” Titi sebagaimana dilansir dari situs hukumonline dari wawancaranya.

Berbagai kritik telah disampaikan Perludem mengenai penetapan parliamentary threshold yang meningkat menjadi 4 persen dalam UU Pemilu.

Alasannya, penentuan angka parliamentary threshold sebatas menjadi strategi saling jegal partai politik untuk memiliki kursi di DPR. ‘‘Basis formula penentuan besar kecil PT tidak diketahui asalnya,’’ ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment moderation is enabled. Your comment may take some time to appear.

%d bloggers like this: